Belajar dari Praktisi: Iprahumas Kupas Tuntas Komunikasi Publik Pemerintah
Superadmin
12 Juni 2025
147

Jakarta (11 Juni 2025)— Ikatan Pranata Humas Indonesia (Iprahumas) menggelar webinar bertajuk 'Merajut Praktik dan Teori: Komunikasi Publik sebagai Pilar Kehumasan Pemerintah'. Kegiatan tersebut merupakan bagian dari upaya memperkuat kapasitas profesional pranata humas pemerintah dalam menghadapi tantangan komunikasi publik di era digital.
Acara yang diikuti lebih dari 200 peserta itu mengulas buku “Komunikasi Publik: Masalah-Masalah Stratejik” karya Guru Besar Ilmu Komunikasi Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta, Prof. Dr. Widodo Muktiyo, M.Comm.. Selain sang penulis, hadir pula Prita Laura, Juru Bicara Kantor Komunikasi Kepresidenan RI sekaligus Dewan Pakar Iprahumas, sebagai pembahas (reviewer).
Wakil Ketua I Iprahumas, Faizal Fahmi, menegaskan bahwa peran Government Public Relations (GPR) sangat penting sebagai juru bicara kebijakan negara di tengah disrupsi informasi digital.
“Peran GPR akan terus diperkuat melalui narasi dan literasi publik. Oleh karena itu, Iprahumas membuat kelas belajar, FGD, pelatihan bersertifikasi, dan bedah buku seperti ini,” ujarnya, Rabu (11/6/2025).
Dalam pemaparannya, Prof. Widodo menyoroti empat tantangan utama komunikasi publik pemerintah, yaitu lemahnya koordinasi dan ego sektoral, kegagalan membaca konteks masalah, lemahnya kompetensi komunikasi, serta simplifikasi permasalahan dan dampaknya.
“Tanggung jawab pranata humas bukan hanya soal teknis komunikasi, tapi juga membangun kesadaran berbangsa dan memberi positive knowledge kepada masyarakat,” jelasnya.
Menurutnya, masyarakat dan pemerintah adalah dua entitas yang tidak terpisahkan, yang dibingkai dengan nilai-nilai kebangsaan.
Merespons hal tersebut, Prita Laura menyampaikan pentingnya strategi komunikasi yang berbasis niat baik dan etika, agar kepercayaan publik terhadap pemerintah dapat terus dibangun.
“Komunikasi dan kebijakan publik ibarat dua sayap seekor burung. Agar bisa terbang, keduanya harus dikepakkan bersama-sama,” tuturnya.
Prita juga menyinggung tingginya ancaman disinformasi dan misinformasi yang saat ini menjadi salah satu risiko global. Menurutnya, polarisasi sosial adalah salah satu dampak nyata dari krisis komunikasi ini.
“Krisis komunikasi cepat berubah akibat dinamika komunikasi digital dan kebiasaan bermedia masyarakat. Hal tersebut memaksa kita perlu berdiri tegak dengan etika, di mana posisi kita lebih pada berstrategi dan tidak berbohong pada publik,“ paparnya.
Untuk itu, lanjut Prita, salah satu strategi untuk melawan krisis adalah lewat akun Instagram @cekfaktari sebagai ruang klarifikasi berbasis data dan fakta.
Lebih lanjut, Prita juga menguraikan bahwa tren penggunaan media yang dipilih masyarakat saat ini menyentuh sisi psikologis, sosial, dan ekonomi. ”Unsur kepuasan dan hiburan yang dicari masyarakat dalam mencari informasi menjadi barometer penggunaan jenis media serta strategi mengemas komunikasi di ruang publik,“ katanya mengakhiri paparan.
Kegiatan ditutup dengan pesan inspiratif dari para narasumber, yang mendorong pranata humas untuk terus belajar, berinovasi, dan adaptif terhadap perubahan.
Penulis: Endah Oktaviani
Editor: Dewi Indah Ayu D.