Presiden Perintahkan Buka Data Pasien Corona, PPID Wajib Segera Tindak Lanjuti

Presiden Perintahkan Buka Data Pasien Corona, PPID Wajib Segera Tindak Lanjuti

Cahaya harapan penuntun ke arah terkendalinya penyebaran Virus Corona semakin bersinar terang setelah Presiden menyampaikan beberapa kebijakan terkait penanggulangan Virus Corona dalam Rapat Kabinet Terbatas hari Senin (13/4/2020). Presiden Joko Widodo memerintahkan supaya data terkait corona dibuka sehingga mudah diakses oleh masyarakat luas, khususnya dan tidak terbatas pada data terkait Pasien Dalam Pemantauan, Pasien Positif Corona, dan Daerah Sebaran.

 

Keterbukaan Informasi Publik ini dipandang Presiden sangat penting dalam upaya penanggulangan dan pengendalian penyebaran Virus Corona di Indonesia. Bagaimana tindak lanjut perintah Presiden tersebut dari sisi Keterbukaan Informasi Publik, khususnya tindak lanjut yang harus dilakukan oleh seluruh badan publik negara di bawah cabang kekuasaan eksekutif? Tulisan ini difokuskan untuk mencoba menjawab pertanyaan tersebut dengan memberikan beberapa pemahaman tentang pengelolaan Keterbukaan Informasi Publik di lingkungan badan publik negara, khususnya badan publik negara cabang kekuasaan eksekutif.

 

Rezim Pengelolaan Informasi Rezim pengelolaan informasi publik di Indonesia pasca Amandemen UU NRI yang melahirkan Pasal 28F mengalami perubahan seratus delapan puluh derajat dari sebelumnya, khususnya informasi yang yang dikuasai dan tersimpan dalam dokumen badan publik negara (eksekutif, legislatif, yudikatif, BUMN, dan BUMD, termasuk parpol).

 

Sebelum Amandeman UUD NRI 1945 berlaku ketentuan bahwa seluruh informasi yang tersimpan dalam dokumen-dokumen negara (pusat sampai desa) status dasarnya adalah tertutup, sehingga dan oleh karena itu tidak dapat diakses oleh masyarakat luas, tidak dapat disebar luaskan oleh dan kepada masyarakat luas. Jika akan dibuka kepada masyarakat luas, sehingga dan oleh karenanya dapat diakses dan disebarluaskan oleh dan kepada masyarakat luas, maka informasi tersebut terlebih dahulu harus diproses untuk dinilai apakah memenuhi atau tidak memenuhi syarat untuk dibuka dan ditetapkan sebagai informasi terbuka secara administratif oleh pejabat yang berwenang.

 

Setelah Amandemen UUD NRI 1945 berlaku ketentuan sebaliknya yaitu bahwa seluruh informasi yang tersimpan dalam dokumen-dokumen negara (pusat sampai desa) status dasarnya adalah terbuka, sehingga dan oleh karena itu seluruhnya dapat diakses dan disebar luaskan oleh dan kepada masyarakat luas. Jika ada informasi yang akan Dikecualikan dari status terbuka (bisa dibaca: tertutup) maka informasi tersebut harus terlebih dahulu melalui proses untuk dinilai apakah memenuhi atau tidak memenuhi syarat untuk Dikecualikan (bisa dibaca: ditutup dari publik).

 

Setelah dinyatakan memenuhi syarat, harus ditetapkan secara administrasi oleh pejabat yang berwenang sebagai Informasi Yang Dikecualikan melalui Surat Keputusan penetapan. Ketentuan Pasal 28F UUD NRI 1945 tersebut selanjutnya pada dataran lebih operasional diatur dalam UU 14/2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik dan Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2010 tentang Keterbukaan Informasi Publik. Kewenangan Mengelola dan Mengecualikan Informasi Publik UU 14/2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik memerintahkan setiap badan publik negara membentuk Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) untuk mengelola seluruh informasi yang tersimpan dalam dokumen yang dalam penguasaan institusnya ke dalam empat golongan informasi.

 

Badan publik negara tersebut melalui PPID masing-masing diwajibkan melayani kebutuhan masyarakat atas informasi sebaik-baiknya sesuai penggolongan informasi tersebut, khususnya dan tidak terbatas badan publik negara di bawah cabang kekuasaan eksekutif, seperti kementerian, lembaga negara non-kementerian, lembaga negara non-struktural, pemerintah daerah, dan lainnya sampai tingkat pemerintahan desa. Termasuk juga dalam kategori badan publik negara ini adalah semacam Gugus Tugas yang diberi wewenang khusus untuk tujuan khusus, seperti Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19. Sekali lagi, setiap badan publik negara tersebut diwajibkan membentuk dan menunjuk PPID.

 

Golongan Pertama, Informasi Berkala Informasi Berkala merupakan Informasi yang harus disampaikan kepada publik secara berkala dan diperbaharui dalam jangka waktu tertentu. Termasuk dalam kategori ini misalnya dan tidak hanya nama pimpinan pimpinan lembaga, laporan tahunan, dan lain sebagainya. Termasuk juga dalam kategori ini informasi perkembangan penanggulangan bencana dan perkembangan penanggulangan penyakit menular atau penyakit sangat menular yang memiliki unsur kedaruratan.

 

Namun sifat keberkalaanya berbeda dari situasi normal yang bisa saja bulanan atau triwulanan atau semesteran bahkan tahunan. Sifat keberkalaan dalam situasi darurat disesuaikan dengan kedaruratan yang sedang dihadapi. Kedaruratan bencana alam berbeda tentunya dengan kedaruratan kesehatan karena penyakit menular. Pengendalian dampak penyebaran penyakit menular membutuhkan keberkalaan informasi yang berbeda dengan pengendalian dampak gempa bumi, misalnya. Begitu juga keberkalaan informasi untuk pengendalian dampak penyebaran penyakit menular level Wabah berbeda dengan keberkalaan informasi untuk pengendalian dampak penyebaran penyakit menular level endemi, dan berbeda lagi kebutuhan keberkalaan informasi untuk pengendalian dampak penularan penyakit menular level pandemi, seperti pandemi corona.

 

Keberkalaan berbeda-beda disesuaikan dengan kebutuhan dan dampak yang ingin dikendalikan melalui penyampaian informasi tersebut. Badan publik negara yang menguasai informasi tersebut, melalui PPID masing-masing, diperintahkan UU untuk secara cermat dan teliti menentukan jangka waktu keberkalaan untuk informasi yang berbeda. Terlebih saat ini terkait informasi yang berkaitan dengan pandemi corona. Sifat keberkalaan informasinya harus dipertimbangkan dengan sangat cermat oleh PPID masing masing badan publik negara terkait agar keberkalaan penyampaian informasi tersebut memiliki implikasi terukur dalam upaya mengendalikan penyebaran Virus Corona. Mana saja informasi yang perlu disampaikan tiap jam; Mana saja informasi yang perlu disampaikan tiap pagi, siang, dan sore; Mana saja informasi yang perlu disampaikan tiap hari, tiap minggu, tiap bulan dan seterusnya harus jelas.

 

Sehingga penyampaian informasi yang disesuaikan dengan keberkalaan masing-masing informasi tersebut diharapkan secara signifikat mampu mengendalikan penyebaran Virus Corona dan penanganan pasien corona. Seluruh informasi yang digolongkan PPID sebagai Informasi berkala secara otomatis masuk dalam kategori Informasi Publik sehingga bersifat terbuka dan tidak dapat diganggu gugat oleh siapapun dan oleh lembaga manapun. PPID dan badan publik negara tidak dapat dituntut di muka hukum atas penetapan sebuah informasi sebagai Informasi Berkala.

 

Golongan Kedua, Informasi Tersedia Setiap Saat. Informasi Tersedia Setiap Saat merupakan infornasi apa saja yang dalam penguasaan badan publik negara tersebut yang tidak masuk kedalam tiga golongan yang lain. Bukan Informasi Berkala, bukan Informasi Serta Merta, dan juga bukan Infornasi Dikecualikan. Penekanannya di sini adalah pada ketersediaan bukan pada publikasinya. Penekannya adalah bahwa seluruh informasi diluar ketiga golongan tersebut harus juga dikelola secara baik dan profesional dalam rangka memenuhi Hak Asasi dan Hak Konstitusional warga masyarakat Indonesia atas informasi.

 

Infornasi tersebut tidak perlu dipublikasikan namun disimpan sesuai standar penyimpanan arsip negara. Jika sewaktu-waktu ada masyarakat luas yang memerlukan informasi tersebut, PPID tinggal mengambil dan melayani secara cepat dan efisien agar masyarakat dapat segera mendapatkan dan menggunakan informasi tersebut. Golongan Ketiga, Informasi Serta Merta Informasi Serta Merta merupakkan Informasi yang begitu diketahui oleh Badan Publik harus seketika itu juga disampaikan kepada masyarakat luas. Sifat dasar dari Informasi Serta Merta ini dilihat dari sisi kedaruratan dan dampak negatifnya kepada masyarakat dalam waktu dekat jika informasi tersebut tidak segera diinformasikan.

 

Termasuk dalam kategori ini di antaranya bencana alam, seperti informasi potensi tsunami pasca gempa, potensi tanah longsor dan banjir pasca hujan sangat lebat, potensi hujan abu pasca letusan gunung berapi, dan lain sebagainya. Termasuk juga informasi potensi kerusuhan dalam skala besar yang diakibatkan suatu keadaan tertentu. Masyarakat yang diperhitungkan terdampak potensi kerusuhan tersebut memiliki hak untuk diberikan informasi Serta Merta. Termasuk juga dalam kategori ini informasi penyakit menular yang daya penularannya mengancam keselamatan kesehatan masyarakat luas. Lebih-lebih kalau ancaman keselamatan kesehatan tersebut sudah menjadi Wabah. Dan jika ancaman kesehatan lebih tinggi lagi yaitu pada level endemi maka sifat kedaruratannya makin tinggi juga dari wabah sehingga sifat kesertamertaannya juga semakin tinggi.

 

Dan yang paling tinggi sifat keserta-mertaannya adalah jika penularan sebuah penyakit sudah pada level pandemi, seperti pandemi corona yang sedang terjadi saat ini. PPID secara cermat dan sangat hati-hati harus segera menentukan informasi apa saja yang berpotensi mengancam hidup dan keselamatan masyarakat umum jika tidak segera disampaikan. PPID harus menyampaikan informasi tersebut sesegera dan selengkap mungkin kepada seluruh lapisan masyarakat yang berpotensi terdampak. Sehingga dengan mendapatkan informasi tersebut pada kesempatan pertama masyarakat umum memiliki waktu dan kesempatan yang cukup untuk mengambil tindakan-tindakan yang diperlukan guna menyelamatkan diri dan keluarga dari ancaman yang akan datang tersebut.

 

Terkait situasi pandemi corona sekarang ini, PPID harus secara teliti memilah-milah informasi mana saja yang jika tidak disampaikan kepada masyarakat secara Serta Merta maka akan mengancam keselamatan kesehatan masyarakat luas bahkan mengancam nyawa anggota masyarakat. PPID harus secara teliti memilah-milah informasi mana saja yang jika tidak diberikan secara Serta Merta kepada masyarakat akan berakibat sulitnya mengendalikan penyebaran Virus Corona dan penyakit yang diakibatkannya, bahkan bisa jadi semakin mempercepat dan memperluas penyebarannya.

 

PPID harus secara teliti memilah-milah informasi mana saja yang jika disampaikan secara Serta Merta kepada msyarakat luas akan memudahkan masyarakat untuk melakukan tindakan-tindakan dan mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk melindungi keselamatan diri dan keluarganya dari terinfeksi Virus Corona. PPID harus secara teliti memilah-milah informasi mana saja yang jika disampaikan secara Serta Merta kepada masyarakat luas akan memudahkan pengendalian penyebaran Virus Corona.

 

Satu saja informasi yang harusnya berstatus Serta Merta namun tidak diperlakukan sebagai informasi Serta Merta dan tidak disampaikan ke masyarakat akibatnya bisa sangat fatal bagi keselamatan masyafakat umum dan sangat fatal bagi usaha penanggulangan dan pengendalian penyebaran Virus Corona. Tugas dan tanggung jawab amat mulia dalam menetapkan Informasi Serta Merta Corona ini ada pada pundak PPID. Tugas dan tanggung jawab mulia ini membawa PPID sebagai satuan tugas sangat strategis untuk mengendalikan laju penyebaran Virus Corona dan melindungi keselamatan kesehatan bahkan nyawa masyarakat luas. Seluruh informasi yang digolongkan PPID sebagai Informasi Serta Merta secara otomatis juga masuk dalam kategori Informasi Publik dan bersifat terbuka dan tidak dapat diganggu gugat oleh siapapun dan oleh lembaga manapun juga. PPID dan Badan Publik Negara tidak dapat dituntut di muka hukum atas penetapan sebuah informasi sebagai Informasi Serta Merta, namun dapat dituntut jika sebuah informasi yang seharusnya berstatus Informasi Serta Merta namun tidak ditetapkan sebagai Informasi Serta Merta sehingga dapat dibuktikan mengakibatkan kerugian pada orang lain.

 

Misal, apakah nama, alamat, dan riwayat perjalanan Pasien Positif Corona merupakan Infornasi Serta Merta dalam keadaan pandemi corona atau bukan. Jika PPID menetapkannya bukan sebagai Infornasi Serta Merta dan kemudian hari ada yang dapat membuktikan itu sebagai Informasi Serta Merta dan dapat membuktikan kerugian yang dialaminya karena tidak mendapatkan Informasi Serta Merta tersebut, maka PPID dapat dituntut secara pidana dan perdata oleh yang dirugikan tersebut. Golongan Keempat, Infornasi Yang Dikecualikan Informasi Yang Dikecualikan merupakan informasi yang karena pertimbangan untuk melindungi kepentingan dan keselamatan masyarakat maka tidak dapat dibuka kepada masyarakat sehingga dan oleh karenanya tidak dapat diakses, disimpan, diolah, digunakan, dan disebarluakan oleh dan kepada masyarakat luas. Penekanan utamanya disini adalah bahwa sebenarnya informasi tersebut terbuka dan dapat diakses oleh masyarakat namun jika itu dilakukan maka akan membahayakan keselamatan masyarakat itu sendiri.

 

Melindungi keselamatan masyarakat adalah hukum tertinggi bahkan lebih tinggi dari Konstitusi: Salus Populi Suprema Lex Sehingga informasi tersebut Dikecualikan dari terbuka untuk masyarakat. Dikecualikan dari dapat diakses masyarakat. Dikecualikan dari dapat dimiliki masyarakat. Dikecualikan dari dapat diolah masyarakat. Dikecualikan dari dapat digunakan oleh masyarakat. Dikecualikan dari dapat disebarluaskan oleh dan kepada masyarakat. Semata-mata, demi melindungi keselamatan masyarakat itu sendiri. Misal, informasi terkait proses penegakan hukum pidana pada tahap penyidikan.

 

Jika infornasi ini dibuka maka besar kemungkinan pelaku tindak pidana dapat bebas karena mengetahui strategi pengungkapan tindak pidana yang dijalankan oleh Penegak Humum, Kepolisian misalnya. Hal demikian jelas membahayakan masyarakat karena pelaku tindak pidana masih bebas berkeliaran di tengah masyarakat dan terus melakukan tindakan pidananya, semisal mencuri. Pertanyaannya adalah bagaimana menentukan sebuah informasi memenuhi unsur membahayakan keselamatan masyarakat jika dibuka sehingga harus Dikecualikan, dan siapa yang berwenang menetapkannya? Pertama.

 

Bagaimana menentukan sebuah informasi memenuhi unsur membahayakan keselamatan masyarakat jika dibuka. Pasal 17 UU 14/2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik menyatakan secara normatif apa saja informasi yang dapat Dilecualikan (bisa dibaca : Ditutup) dari masyarakat karena dianggap membahayakan keselamat masyarakat, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang, jika informasi tersebut tidak Dikecualikan. Sehingga, secara normatif, setiap informasi yang memenuhi salah satu saja unsur yang terdapat dalam Pasal 17 UU 14/2008 tersebut dapat Dikecualikan. Proses penetapan sebuah informasi sebagai Informasi Yang Dikecualikan diawali dengan melakukan proses Uji Konsekuensi, yaitu sebuah forum yang diselemggarakan oleh PPID dan setidaknya dihadiri oleh unit kerja yang menguasai informasi, ahli hukum, praktisi keterbukaan informasi, dan akademisi.

 

Forum tersebut untuk melihat dan menilai apakah informasi tersebut memenuhi syarat untuk ditetapkan sebagai Infornasi Yang Dikecualikan. Apakah dapat dibuktikan bahwa informasi tersebut memenuhi atau tidak memenuhi unsur yang dinyatakan oleh hukum positif untuk menetapkan sebuah infornasi sebagai Informasi Yang Dikecualikan? Apakah dapat dibuktikan bahwa membuka informasi tersebut akan lebih membahayakan keselamatan masyarakat luas dibanding Mengecualikannya?. Apakah dapat dibuktikan bahwa mengecualikan informasi tersebut akan melindungi masyarakat luas dari mara bahaya yang akan mengancam keselamatan masyarakat jika membukanya?. Jika kesemuanya dapat dibuktikan dalam forum Uji Konsekuensi tersebut maka dibuatkan Berita Acara Uji Konsekuensi yang menyatakan bahwa informasi tersebut memenuhi syarat untuk ditetapkan sebagai Informasi Yang Dikecualikan.

 

Setelah itu, berdasarkan Berita Cara Uji Konsekuensi tersebut, dikeluarkan Surat Keputusan penetapan informasi tersebut sebagai Infornasi Yang Dikecualikan. Semenjak dikeluarkannya Surat Keputusan tersebut maka informasi yang di Uji Konsekuensi tersebut sah dan memiliki kekuatan hukum mengikat sebagai Informasi Yang Dikecualikan namun belum final. Namun jika forum Uji Konsekuensi tidak dapat membuktikan dan meyakini maka informasi yang diproses dalam mekanisme Uji Konsekuensi tersebut tetap dalam status quo yaitu Informasi Publik yang bersifat terbuka sehingga dan oleh karena itu dapat diakses, diminta, disimpan, diolah, digunakan, dan disebar luaskan oleh dan kepada masyarakat luas.

 

Penegasan yang perlu disampaikan disini adalah bahwa seluruh infornasi yang tersimpan dalam dokumen-dokumen negara (hardcopy, softcopy, audia, visual, audia visual, chip, dan media penyimpanan lainnya) yang belum diproses Uji Konsekuensi dan belum ada Berita Acara Uji Konsekuensinya dan belum ada Surat Keputusan penetapan sebagai Informasi Yang Dikecualikan oleh Badan Publik Negara yang menguasai informasi tersebut, maka tidak memiliki kekuatan dan implikasi hukum apapun jika infoarmasi tersebut diperlakukan sebagai Infornasi Yang Dikecualikan, siapapun atau lembaga apapun yang menyatakannya sebagai Inforrmasi Yang Dikecualikan di luar Badan Publik yang menguasainya.

 

Bahkan jika seluruh orang dan lembaga menyepakati bahwa informasi tersebut memenuhi syarat untuk ditetapkan sebagai Informasi Yang Dikecualikan namun bukan Badan Publik Negara yang menguasai informasi tersebut, maka sifat sebagai Informasi Yang Dikecualikan tidak memiliki implikasi hukum apapun. Hal ini juga berlaku bagi segala informasi terkait penanganan COVID-19. Seluruh informasi terkait Percepatan Penangan COVID-19 sepanjang belum pernah dilakukan Uji Konsekuensi, dibuatkan Berita Cara Uji Konsekuensi, dan dikelurkannya Surat Keputusan penetapan sebagai Informasi Yang Dikecualikan oleh Badan Publik Negara yang diberi kewenangan untuk menjalankan tugas dan fungsi Percepatan Penanganan COVID-19 maka seluruh informasi tersebut berada dalam status quo, yaitu bersifat terbuka, termasuk dan tidak terbatas pada apa yang disebut Presiden sebagai Data Pasien Positif Corona dan lain sebagainya yang diminta dibuka oleh beliau dalam Rapat Kabinet Terbatas hari Senin (13/4/2020).

 

Kedua. Siapa yang berwenang menetapkan sebuah infornasi sebagai Informasi Yang Dikecualikan? Peraturan yang ada menyatakan bahwa satu-satunya yang berwenang memproses sebuah informasi sebagai Informasi Yang Dikecualikan hanya PPID Badan Publik Negara yang menguasai informasi tersebut, bukan selain dari pada PPID Badan Publik yang menguasai informasi tersebut. Hanya PPID Badan Publik yang menguasai informasi tersebut yang dapat melakukan proses Uji Konsekuensi, membuat Berita Acara Uji Konsekuensi, dan mengeluarkan Surat Keputusan penetapan berdasarkan Berita Acara Uji Konsekuensi yang menyatakan bahwa sebuah informasi sebagai Informasi Yang Dikecualikan, tidak selain dari pada itu.

 

Seluruh informasi yang belum pernah diposes Uji Konsekuensi oleh PPID Badan Publik Negara yang menguasai informasi tersebut, seluruh informasi yang belum dibuatkan Berita Acara Uji Konsekuensi oleh PPID Badan Publik Negara yang menguasai informasi tersebut, dan seluruh informasi yang belum dikeluarkan Surat Keputusan penetapan sebagai Informasi Yang Dikecualikan oleh Badan Publik Negara yang menguasai informasi tersebut, maka informasi tersebut dinyatakan oleh hukum sebagai Informasi Publik yang oleh karenanya bersifat terbuka dan dapat dipublikasikan. Begitu juga dengan segala informasi yang terkait dengan Percepatan Penanganan COVID-19 yang belum pernah diproses oleh PPID Badan Publik Negara yang diberi kewenangan untuk Percepatan Penanganan COVID-19 maka seluruh informasi tersebut berstatus quo yaitu bersifat terbuka dan dapat dibuka kepada publik, termasuk dan tidak terbatas pada apa yang disebut Presiden sebagai Data Pasien Positif Corona dan lain sebagainya yang minta dibuka oleh beliau dalam Rapat Kabinet Terbatas hari Senin (13/4/2020).

 

Ketiga. Apakah masyarakat terikat dengan penetapan sebuah infornasi sebagai Informasi Yang Dikecualikan? Siapapun tanpa kecuali, termasuk Badan Publik Negara yang menetapkannya, terikat dengan penetapan ssbuah informasi sebagai Informasi Yang Dikecualikan. Mengaksesnya tanpa hak merupakan perbuatan pidana. Namun demikian publik (baca : masyarakat) dapat tidak setuju dan memiliki pendapat berbeda bahwa informasi yang sudah ditetapkan sebagai Informasi Yang Dikecualikan tersebut bukan Informasi Yang Dikecualikan. Disinilah timbul perselisihan atau sengketa informasi antara Badan Publik Negara dengan Publik (baca: masyarakat).

 

Perselisihan tersebut dibolehlan dan dibenarkan oleh UU 14/2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. Publik dapat mengajukan penyelesaian Sengketa Informasi tersebut kepada Komisi Informasi sesuai tingkatannya, karena Komisi Informasi merupakan lembaga mandiri yang dibentuk atas perintah UU 14/2008 yang salah satu tugas dan fungsinya adalah menyelesaikan Sengketa Informasi melalui Mediasi atau Ajudikasi Nonlitigasi. Ada dua penekanan disini yaitu :

1. Publik boleh tidak sepakat dengan Badan Publik Negara terkait penetapan sebuah infornasi sebagai Informasi Yang Dikecualikan, dan dapat mengajukan penyesaian Sengketa Informasi ke Komisi Infirnasi;

2. Komisi Informasi dalam rezim Keterbukaan Informasi Publik merupakan lembaga penyelesai Sengketa Informasi melalui Mediasi atau Ajudikasi Nonlitigasi. Hal ini juga berarti bahwa Publik (baca: masyarakat) dapat tidak sependapat dengan Badan Publik Negara yang diberi kewenangan untuk Percepatan Penanganan COVID-19 yang telah menetapkan suatu informasi terkait Percepatan dan Penanganan COVID-19 sebagai Infornasi Yang Dikecualikan.

 

Dan oleh karenya publik (baca: masyarakat) tersebut dapat mengajukan penyelesaian Sengketa Infornasi kepada Komisi Informasi pada semua tingkatan. Komisi Informasi akan menyelesaikan Sengketa Informasi tersebut melalui Mediasi atau Ajudikasi Nonlitigasi, termasuk dan tidak terbatas pada apa yang disebut Presiden sebagai Data Pasien Positif Corona dan lain sebagainya yang diminta dibuka oleh beliau dalam Rapat Kabinet Terbatas hari Senin (13/4/2020), jika informasi tersebut sudah terlanjur Dikecualikan oleh Badan Publik Negara yang diberi tugas dan wewenang Percepatan Penanganan COVID-19.

 

Keempat. Kewenangan Komisi Informasi dan Status Informasi bersifat Mengikat dan Final Pengajuan permohonan penyelesaian Sengketa Informasi oleh publik (baca: masyarakat) kepada Komisi Informasi dapat berujung pada batalnya penetapan sebuah informasi sebagai Informasi Yang Dikecualikan atau berujung penguatan penetapan informasi yang disengketakan sebagai Informasi Yang Dikecualikan sesuai keyakinan Majelis Komisioner yang memeriksa dan memutus Sengketa Informasi tersebut berdasarkan pada fakta-fakta yang terungkap didepan persidangan. Putusan apapun yang inkrah maka itulah status Final dan Mangikat dari informasi yang disengketakan tersebut, bisa inkrah Terbuka atau bisa ikrah Dikecualikan. Terkait kewenangan tersebut, tentu saja Komisi Informasi terikat dengan segala etika yang melekat pada lembaga yang memiliki kewenangan Menerima, Memeriksa, dan Memutus sebuah sengketa melalui Mediasi atau Ajudikasi Nonlitigasi, sebagai lembaga kuasi yudikatif, khususnya terkait dengan kasus kongkrit.

 

Kelima. Bagaimana dengan informasi yang dinyatakan sebagai Informasi Yang Dikecualikan oleh UU? Pasal 17 huruf j UU 14/2008 menyatakan : informasi yang tidak boleh diungkapkan berdasarkan Undang-Undang. Sehingga dengan demikian tetap harus mengikuti mekanisme Uji Konsekuensi. PPID Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 Pertanyaan selanjutnya adalah siapa PPID Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19?. Penulis berpendapat, PPID Utama Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 adalah PPID Badan Nasional Penanggulangan Bencana dan PPID di masing-masing Badan Publik Negara yang terlibat langsung dalam penanganan Covid-19, seperti dan tidak hanya PPID Kemenkes dan PPID Pemda, difungsikan sebagai PPID Pembantu, khusus dan terbatas dalam kaitan pengelolaan informasi penanggulangan COVID-19.

 

Sehingga dengan demikian penulis mendorong dengan amat sangat agar Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 harus segera menetapkan susunan Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19. Kewenangan Presiden Dalam Pengelolaan dan Pengecualian Informasi Publik Presiden memiliki dua posisi sangat strategis terkait kewenangan pengelolaan dan pengecualian Informasi Publik.

 

Pertama sebagai Presiden dengan segala kewenangan konstitusional yang melekat pada Presiden. Kedua sebagai pimpinan tertinggi dari seluruh Badan Publik Negara cabang kekuasaan Eksekutif. Pertama. Sebagai Presiden dengan segala kewenangan konstitusional yang melekat padanya. Presiden sah dan tidak dapat disalahkan jika menggunakan kewenangan konstitusional tersebut untuk menetapkan suatu informasi sebagai informasi yang terbuka untuk publik dan oleh karenanya harus diumumkan kepada publik, khususnya jika dikaitkan dengan usaha Presiden untuk melindungi keselamat masyarakat, termasuk dan tidak terbatas pada usaha Presiden untuk melindungi masyarakat dari tertular Virus Corona yang berstatus Pandemi. Presiden sah dan tidak dapat dipersalahkan jika memerintahkan membuka dan mengumumkan, khususnya dan tidak terbatas pada data Pasien Positif Corona, sebagaimana yang disampaikan Presiden dalam Rapat Terbatas Kabinet hari Senin (13/4/2020).

 

Kedua. Presiden adalah pimpinan tertinggi dari seluruh Badan Publik Negara cabang kekuasaan Eksekutif. Presiden dapat saja memerintahkan seluruh jajaran Badan Publik Negara untuk melakukan atau tidak melakukan Uji Konsekkuensi terkait seluruh informasi Percepatan Penanganan COVID-19. Jika karena situasi Pandemi kemudian Presiden memerintahkan tidak perlu dilakukan Uji Konsekuensi sehingga dengan demikian segala informasi yang terkait dengan Covid-19 berada pada posisi status quo, sehingga dan oleh karenanya bersifat terbuka. Presiden juga dapat memerintahkan dilakukan Uji Kepentingan Publik terkait informasi yang berhubungan dengan Percepatan Penanganan COVID-19, sebagaimana yang sudah dilakukan BNPB dengan beberapa lembaga:

 

Studi Sosial Keterbukaan Informasi COVID-19. Substansinya adalah dalam situasi pandemi corona ini, dimana penanganan dan pengendalian laju penyebaran Virus Corona merupakan strategi utama negara, maka Presiden memiliki kewenangan pengelolaan informasi publik dan tidak bisa dipersalahkan jika Presiden memutuskan menutup maupun membuka sebuah informasi sesuai dengan kebutuhan pengendalian laju penyebaran Virus Corona. Termasuk dan tidak terbatas membuka data Pasien Positif Corona dan lain sebagainya seperti yang beliau sampaikan pada Rapat Terbatas Kabinet hari Senin (13/4/2020).

 

Khususnya jika Presisen menggunakan alasan untuk melindungi keselamatan seluruh rakyat Indonesia dari Virus Corona. Melindungi keselamatan seluruh rakyat merupakan hukum tertinggi melebihi UUD sekalipun. Uji Kepentingan Publik Uji Kepentingan Publik adalah mekanisme untuk menguji kepentingan publik terhadap sebuah informasi yang dikuasai Badan Publik Negara. Uji ini untuk mengetahui sejauh mana kepentingan publik terhadap sebuah informasi. Kerugian apa yang akan dialami publik jika sebuah infornasi tidak diberikan kepada publik.

 

Keselamatan publik yang mana yang terancam jika sebuah informasi tidak diberikan kepada publik. Keselamatan publik mana yang akan terlindungi jika sebuah infirmasi diberikan kepada publik. Sudut pandangnya di sini semata-mata dari sisi kepentingan publik atau masyarakat luas. Namun hal ini tidak akan penulis bahas lebih detail disini. Silakan pembaca yang budiman membaca tulisan penulis dengan judul: "Studi Keterbukaan Informasi COVID-19, Uji Kepentingan Publik?" Kemaslahatan Membuka Data Terkait COVID-19 dan Mengendalikan Lahirnya Generasi Paranoid Penulis merasa perlu menyampaikan hal ini disini namun tidak akan penulis ulas secara lebih jauh. Silahkan pembaca budiman membaca tulisan penulis yang terkait hal ini dengan judul: "Orang Tanpa Gejala Corona dan Potensi Generasi Paranoid Dalam Dilema Keterbukaan Informasi Publik" Rekomendasi Pertama.

 

Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 segera menetapkan Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) sebagai PPID Utama Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 dengan PPID Kementerian dan lembaga terkait sebagai PPID Pembantu; Kedua. PPID Utama beserta PPID Pembatu Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 tersebut segera menindaklanjuti arahan Presiden terkait pengelolaan dan publikasi data terkait Percepatan Penanganan Covid-19 sebagaimana diperintahkan Presiden pada Rapat Terbatas Kabinet hari Senin (13/4/2020) Penutup Pandemi corona ini kejadian luar biasa dan merupakan darurat nasional sehingga penanganannya juga memerlukan cara berfikir kejadian luar biasa dan cara berfikir darurat. Semua daya upaya hendaknya difokuskan pada upaya menanggulangi laju penyebaran Virus Corona untuk melindungi keselamatan seluruh masyarakat Indonesia Perintah Presiden membuka data Pasien Positif Corona dan lainnya sebagaimana beliau sampaikan dalam Rapat Terbatas Kabinet hari Senin (13/4/2020) penulis pandang sebagai logika berfikir Presiden untuk melindungi keselamatan seluruh masyarakat Indonesia dalam situasi kejadian luar biasa dan keadaan darurat nasional.

 

Sehingga perlu didukung dan ditindaklanjuti sesegera mungkin. Semoga pandemi corona segera berlalu dan semoga kejadian Pandemi Corona ini semakin menguatkan tali pemersatu kita sebagai anak bangsa dari bangsa yang besar, dibawah nilai-nilai Pancasila, UUD NRI 1945, Bhinneka Tunggal Ika, dan Negara Kesatuan Republik Indonesia, Allahumma aamiin.

 

 

_Oleh : Hendra J Kede_

_Wakil Ketua Komisi Informasi Pusat RI_

Post Terkait