Penulis:
Primakrisna Trisnoputri
(Pranata Humas Ahli Muda di Badan Kebijakan Perdagangan Kementerian Perdagangan)
Tidak banyak yang mengetahui, bahkan memperingati tanggal 28 September sebagai Hari Hak untuk Tahu Internasional (Right to Know Day/RTKD). Sejarah peringatan Hari Hak Untuk Tahu dimulai pada tahun 2002 di Sofia, Bulgaria. Saat itu, Organisasi Kebebasan Informasi yang berasal dari seluruh dunia membentuk jaringan Advokat Kebebasan Informasi (Jaringan FOIA). Mereka kemudian bersepakat untuk mempromosikan hak akses individu atas informasi dan pemerintahan yang terbuka dan transparan. Saat itulah diusulkan tanggal 28 September sebagai “Hari Hak untuk Tahu” Internasional yang menjadi lambang gerakan global mempromosikan hak atas informasi. Hari Hak untuk Tahu ini kemudian dirayakan oleh seluruh dunia yang memiliki Undang-Undang Keterbukaan Informasi (Kompas, 2021).
Indonesia sebagai salah satu negara yang sudah memiliki Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP), yaitu Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 belum secara resmi menjadikan tanggal 28 September sebagai Hari Keterbukaan Informasi Nasional (HAKIN). Usulan penetapan HAKIN baru disampaikan oleh Komisi Informasi (KI) kepada Kementerian Komunikasi dan Informatika pada Januari 2024 yang lalu dan hingga kini masih menunggu Keputusan Presiden (detik.com, 2024). Sebelumnya, Pemerintah Indonesia memperingati HAKIN setiap tanggal 30 April, berdasarkan tanggal penetapan UU KIP, yaitu 30 April 2008.
Terlepas dari seremoni dan peringatan secara simbolis, esensi dan urgensi dari kesadaran setiap badan publik akan adanya hak publik untuk tahu tentu menjadi poin yang utama dalam hal ini. Saat ini masih banyak masyarakat Indonesia yang belum sepenuhnya tahu dan mengerti tentang keterbukaan informasi publik. Begitu pula dengan para Aparatur Sipil Negara (ASN) yang bekerja di badan publik. Padahal, hak memperoleh informasi merupakan hak asasi manusia dan keterbukaan informasi publik merupakan salah satu ciri penting negara demokratis yang menjunjung tinggi kedaulatan rakyat untuk mewujudkan penyelenggaraan negara yang baik.
Dalam pasal 28 F Undang-Undang Dasar 1945, negara telah menjamin hak publik untuk tahu, yang berbunyi “Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.” Dengan demikian, tentu menjadi kewajiban bagi ASN dan pejabat publik untuk mendorong keterbukaan informasi publik serta memberikan informasi yang dimohonkan oleh masyarakat.
Penyusunan strategi komunikasi organisasi pada setiap badan publik adalah salah satu upaya untuk mendorong keterbukaan informasi publik sesuai amanat dari UU KIP yang diperkuat dengan Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.
Berdasarkan Pasal 3, UU KIP memiliki tujuh tujuan, yaitu: (1) Menjamin hak warga negara untuk mengetahui rencana pembuatan kebijakan publik, program kebijakan publik, dan proses pengambilan keputusan publik, serta alasan pengambilan suatu keputusan publik; (2) Mendorong partisipasi masyarakat dalam proses pengambilan kebijakan publik; (3) Meningkatkan peran aktif masyarakat dalam pengambilan kebijakan publik dan pengelolaan badan publik yang baik; (4) Mewujudkan penyelenggaraan negara yang baik, yaitu yang transparan, efektif dan efisien, akuntabel serta dapat dipertanggungjawabkan; (5) Mengetahui alasan kebijakan publik yang mempengaruhi hajat hidup orang banyak; (6) Mengembangkan ilmu pengetahuan dan mencerdaskan kehidupan bangsa; serta (7) Meningkatkan pengelolaan dan pelayanan informasi di lingkungan badan publik untuk menghasilkan layanan informasi yang berkualitas.
Untuk mengawal dan memantau pelaksanaan keterbukaan informasi publik, maka sesuai Pasal 23 UU KIP, KI ditunjuk sebagai lembaga mandiri yang berfungsi menjalankan Undang-Undang ini dan peraturan pelaksananya serta menetapkan petunjuk teknis standar layanan informasi publik. Dalam pelaksanaannya, KI juga telah menerbitkan Peraturan Komisi Informasi Nomor 1 Tahun 2021 tentang Standar Layanan Informasi Publik (Perki SLIP). Implementasi Perki SLIP pada badan publik selanjutnya dipantau secara berkala setiap tahun melalui kegiatan monitoring dan evaluasi (monev) serta pemberian apresiasi Anugerah Keterbukaan Informasi Publik kepada badan publik dalam lima kategori, yaitu Informatif (nilai monev 90-100), Menuju Informatif (nilai monev 80-89,9), Cukup Informatif (nilai monev 60-79,9), Kurang Informatif (40-59,9), dan Tidak Informatif (nilai monev <39,9) (KI, 2021).
Keterbukaan Informasi Publik Masih Menjadi Pekerjaan Rumah
Pelaksanaan keterbukaan informasi publik pada badan publik, khususnya di Kementerian/Lembaga (K/L) masih menjadi pekerjaan rumah dan belum sepenuhnya dapat memenuhi amanat dari UU KIP. Hal ini terlihat dari masih adanya K/L yang belum meraih predikat sebagai badan publik Informatif dalam penilaian tahun 2023. Berdasarkan data hasil monev keterbukaan informasi publik pada badan publik tahun 2023 oleh KI, tercatat lima Kementerian dan 19 Lembaga Negara dan Lembaga Pemerintah Non Kementerian belum meraih predikat Informatif. Bahkan, masih ada Lembaga Negara dan Lembaga Pemerintah Non Kementerian yang masuk dalam kategori Tidak Informatif.
Kesadaran pejabat publik dan ASN di setiap K/L terhadap pemenuhan hak publik untuk tahu yang didukung oleh penyusunan strategi komunikasi publik yang berorientasi pada keterbukaan informasi publik masih perlu ditingkatkan. Terdapat setidaknya enam aspek yang perlu diperhatikan dalam menyusun strategi komunikasi publik guna mendukung pencapaian tujuan dalam UU KIP, yaitu: (1) Kualitas Informasi; (2) Pelayanan Informasi; (3) Jenis Informasi; (4) Sarana dan Prasarana; (5) Komitmen Organisasi; dan (6) Digitalisasi. Berbagai upaya perlu dilakukan, termasuk meningkatkan inovasi, pemanfaatan teknologi informasi dalam layanan informasi publik, serta penyusunan strategi (roadmap) keterbukaan informasi publik yang meliputi kebijakan, program, anggaran dalam upaya mendukung program prioritas dari setiap K/L.
Untuk mewujudkan keterbukaan informasi publik secara konsisten dan berkelanjutan, maka setiap K/L perlu merumuskan strategi komunikasi yang berorientasi pada keterbukaan informasi publik sesuai tujuan dalam UU KIP. Hal ini juga sejalan dengan fungsi komunikasi pada organisasi publik yang tidak hanya mendukung tata kelola organisasi internal, tetapi juga berfungsi mendukung pelaksanaan fungsi organisasi publik yang berorientasi pada publik. Oleh karena itu, strategi komunikasi yang digunakan mengarah pada komunikasi strategis yang harus dirancang sejak awal, direncanakan, penyampaiannya dilakukan dengan cara-cara yang rasional dan konsisten, dan hasilnya dapat diprediksikan (LAN, 2021).
Komunikasi strategis badan publik juga dibangun dengan mempertimbangan seluruh faktor, terintegrasi, dan konsisten dengan nilai, norma, dan kebiasaan maupun filosofi yang berlaku di dalam badan publik. Lebih jauh, komunikasi strategis badan publik tidak hanya ditujukan untuk merancang dan mengatur terjadinya suatu pertukaran informasi dalam badan publik, tetapi diarahkan untuk mencapai tujuan yang lebih strategis. Pada tujuan strategis, keterbukaan informasi publik tidak terbatas pada pemenuhan hak publik untuk tahu, tetapi juga dapat menjadi media untuk meningkatkan partisipasi dan keterlibatan publik sehingga tercipta komunikasi dua arah yang efektif dan saling memberikan manfaat sesuai paradigma baru komunikasi publik.
Setiap ASN pada K/L tentu dapat berpartisipasi untuk membangun strategi komunikasi yang mendukung komunikasi strategis untuk keterbukaan informasi publik. Beberapa peran yang dapat dilakukan antara lain:
- Merancang strategi komunikasi publik dari lingkup terkecil yang dapat mendukung pencapaian tujuan strategis komunikasi publik pada tingkat yang lebih tinggi.
- Menyusun setiap data dan informasi untuk publik secara akurat, konsisten, dan menggunakan bahasa yang mudah dipahami oleh publik.
- Menyediakan akses terhadap data dan informasi untuk publik dengan menggunakan asas kesetaraan dan keadilan.
- Senantiasa membangun kesepahaman di dalam unit kerja sehingga terintegrasi dan konsisten dengan nilai, pemahaman, dan interpretasi yang diberikan oleh badan publik secara keseluruhan. Tujuannya untuk menciptakan citra badan publik yang kredibel, dapat dipercaya, stabil, dan berorientasi pada kepentingan publik.
Strategi komunikasi yang dipersiapkan dengan sebaik-baiknya akan mendukung peran komunikasi strategis untuk pencapaian tujuan strategis badan publik. Melalui serangkaian kegiatan yang berkelanjutan, koheren, dan sistematis, yang dilakukan di seluruh tingkat operasional badan publik dan dengan menggunakan saluran komunikasi yang efektif, maka cita-cita untuk mewujudkan keterbukaan informasi publik dan pemenuhan hak publik untuk tahu dapat tercapai.
(Primakrisna Trisnoputri/Dewi Indah Ayu)