Tersebar informasi mengenai semut Jepang bisa mengobati diabetes di media sosial yang menyebutkan selain sebagai obat diabetes juga mengandung bakteri yang dapat merusak saluran pencernaan.
Pada informasi yang beredar disebutkan juga sumber berasal dari grup alumni Fakultas Kedokteran Universitas Negeri Sebelas Maret (FK UNS).
Faktanya, menurut salah satu alumni Fakultas Kedokteran UNS tahun 2002, Tika menjelaskan, tidak pernah menerima broadcast tersebut. Dia juga sudah bertanya kepada rekannya yang berbeda angkatan.
"Teman saya dari beberapa angkatan, saya tanyakan ada yang menerima broadcast ada yang tidak. Yang menerima pun dapatnya dari grup Whatsapp non-alumni FK UNS," katanya.
Sementara mengenai semut Jepang untuk obat diabetes, dirinya telah mengecek ke jurnal kedokteran hasilnya belum dipastikan dan belum ada artikel yang membahas soal itu.
"Saya sudah cari di PubMed dan NCBI atau bank jurnalnya penelitian-penelitian kedokteran di seluruh dunia, tidak menemukan 1 pun artikel tentang itu," jelasnya seraya menambahkan bakteri bisa ada di mana-mana termasuk dalam wadah tempat penyimpanan semut Jepang yang kedap udara dan terdapat ragi.
Sedangka dokter dari Divisi Metabolik Endokrin FKUI, dr Em Yunir, SpPD, KEMD. Yunir mengatakan secara medis belum pernah ada penelitian semut Jepang bisa mengobati penyakit diabetes.
"Dari literatur nggak ada yang mengatakan kalau semut Jepang itu buat obat diabetes," ujarnya.
Diabetes adalah penyakit karena gangguan metabolisme dan sejauh ini tidak bisa disembuhkan 100 persen. Penyakit ini hanya bisa dikendalikan, salah satunya dengan menjaga pola makan dan minum obat.
Yunir berpesan agar masyakarat tidak terlalu mudah percaya dengan 'obat' yang belum teruji klinis. Hal ini karena dosis dan manfaatnya belum terukur dengan jelas.
Jadi dapat disimpulkan tersebarnya informasi semut Jepang obat diabetes dari alumni FK UNS itu adalah informasi hoax/hoaks atau berita bohong.
Semut Jepang bisa menyembuhkan diabetes masih belum dipastikan kebenaranya karena masih perlu penelitian lebih lanjut. Pengobatan berbeda-beda untuk setiap orang, sesuai dengan jenis dan tingkat diabetes yang dialaminya. Sehingga pemberian obat yang belum jelas dosis dan uji klinisnya perlu diwaspadai efek negatifnya.
Link Counter:
